Sabtu, 23 Januari 2010

PROBLEMATIKA BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK PENYANDANG TUNA GRAHITA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah
Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang dilakukan secara
sistematis dalam membimbing anak yang beragama Islam, sehingga ajaran
Islam benar-benar diketahui, dimiliki, dan diamalkan oleh peserta didik baik
tercermin dalam sikap, tingkah laku maupun cara berfikirnya. Melalui
pendidikan Islam terjadilah proses pengembangan aspek kepribadian anak,
yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Sehingga ajaran
Islam diharapkan akan menjadi bagian integral dari pribadi anak yang
bersangkutan. Dalam arti segala aktifitas anak akan mencerminkan sikap
Islamiyah.
Proses pendidikan itu adalah proses yang kontinyu bermula sejak
seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Rumusan selain itu adalah
bahwa proses pendidikan tersebut mencakup bentuk-bentuk belajar secara
formal maupun informal. Baik yang berlangsung dalam lingkungan keluarga,
kehidupan sekolah, pekerjaan maupun kehidupan masyarakat. (Abu Tauhid,
1984: 18)
Pendidikan di samping merupakan kebutuhan manusia juga merupakan
suatu kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anaknya, karena anak adalah
amanat yang diberikan oleh Allah untuk dipelihara dan
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam
surat At-tahrim ayat 6 yang berbunyi:
…آلتحريم۝
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka”. (At-tahrim: 6)
Berdasarkan ayat tersebut berarti Allah memberikan amanat secara
langsung kepada orang tua untuk menjaga dirinya dan keluarganya termasuk
anak-anaknya dari siksa api neraka. Dalam upayanya mengemban amanat ini,
orang tua tidak cukup dengan memberikan hak-hak yang bersifat lahiriyah
saja dalam arti pendidikannya, oleh karena itu kepada semua orang tua atau
pendidik dalam mendidik atau mengajar tidak boleh membedakan bahkan
terhadap seorang yang cacatpun harus diperlakukan sama dengan orang yang
normal.
Agama Islam tidak ada perbedaan hak belajar untuk semua orang baik
yang cacat maupun yang normal. Semuanya berhak mendapatkan pendidikan
sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya, jadi hak setiap orang dalam
mendapatkan ilmu adalah sama.
Dalam kenyataannya pendidikan untuk anak-anak berkelainan masih
belum menjadi prioritas yang utama. Sehingga masih perlu dikaji untuk lebih
memperhatikan pendidikan bagi para penyandang cacat. Dengan pendidikan
dan pengajaran yang diterima, maka mereka memperoleh bekal hidup untuk
hidup di tengah masyarakat dan kondisi mereka tidak akan selalu menjadi
beban bagi keluarga dan lingkungan masyarakat.
Ditegaskan dalam firman Allah surat Al-baqarah ayat 31:
........... آلبقرة۝
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
memang benar orang-orang yang benar!"
Untuk mewujudkan harapan tersebut, seorang guru dituntut untuk
memiliki dan memahami pengetahuan yang seksama mengenai pertumbuhan
dan perkembangan peserta didik, memahami tentang tujuan yang akan dicapai,
penguasaan materi dan penyajiannya dengan metode-metode yang tepat. Dari
beberapa Sekolah Luar Biasa yang ada di kota-kota besar, SLB Ngawi lebih
menarik untuk menjadi bahan kajian. Karena di kota Ngawi hanya ada satu
sekolah yang memberikan pendidikan secara khusus kepada anak yang
memiliki perkembangan mental di bawah rata-rata. Sehingga penting kiranya
mengetahui perkembangan bahan pengajaran dan yang paling utama adalah
mengetahui problem-problem yang dihadapi oleh para pelajar di SLB B/C
YPPLB Ngawi kabupaten Ngawi sebagai lembaga pendidikan anak-anak
cacat. Problem yang mendominasi dari siswa-siswi SLB B/C YPPLB Ngawi
adalah problem pemahaman materi, sehingga perlu adanya penyesuaian materi
yang akan disampaikan. Perlunya bimbingan khusus yang harus dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak cacat menuntut seorang
guru mempunyai kreatifitas yang tinggi demi tercapainya pendidikan bagi
peserta didik.
Dipertegas dalam surat Az-zumar ayat 9 yang berbunyi:
……آلزمر۝
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.
Pendidikan adalah hak bagi seluruh warga Negara tanpa membedakan
asal usul, status sosial, ekonomi maupun keadaan fisik seseorang termasuk
anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana diamanatkan dalam UUD
1945 pasal 31.
Realita yang ada sekarang adalah jumlah anak berkelainan yang
mendapatkan layanan pendidikan jumlahnya masih sangat sedikit.
Kesenjangan ini diantaranya disebabkan oleh masih adanya hambatan dalam
pola pikir masyarakat kita masih cenderung dikotomis dan memandang “apa”
pada anak berkelainan. Terbukti bahwa di kabupaten Ngawi hanya ada satu
lembaga yang mampu menangani dan memberikan pelayanan khusus bagi
penyandang cacat mental. Hanya sebagian kecil anak penyandang cacat yang
mampu mendapatkan pendidikan secara khusus, sedangkan di daerah yang
terpencil belum sepenuhnya anak-anak tuna grahita mendapat pendidikan
yang layak dikarenakan belum memprioritaskan pendidikan bagi penyandang
cacat mental. (Wawancara dengan salah satu guru SLB C, Bpk Mazruri Spd
tgl 05 januari 2009)
Disadari bahwa kelainan seorang anak memiliki tingkatan dari yang
paling ringan sampai yang paling berat, dari kelainan tunggal, ganda hingga
kompleks yang berkaitan dengan fisik, emosi, psikis dan sosial. Keadaan ini
jelas memerlukan pendidikan khhusus dalam memberikan layanan pendidikan.
Untuk mengatasi hal tersebut telah disediakan berbagai bentuk layanan
pendidikan (Sekolah) bagi mereka. Pada dasarnya sekolah untuk anak
berkelainan sama dengan anak-anak pada umumnya. Namun karena kondisi
dan karakteristik kelainan anak yang disandang, maka sekolah bagi mereka
dirancang secara khusus sesuai dengan jenis dan karakteristik kelainannya.
SLB B/C YPPLB Ngawi merupakan Institusi yang memberikan
layanan pendidikan bagi anak penyandang tuna rungu dan tuna grahita yang di
dalamnya terdapat proses belajar mengajar. Di SLB ini anak tuna grahita
mengalami problem dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Pendidikan Agama Islam adalah sebagai dasar dalam menjalani kehidupan
yang berpijak dari AlQur’an dan hadits, agama dapat diibaratkan sebagai
mata, sedangkan sains sebagai mikroskop atau teleskop yang dapat
memperjelas daya pengamatan mata atau agama adalah pedoman dan jalan
kehidupan menuju keselamatan, sedangkan pengetahuan adalah cahaya yang
menerangi jalan kehidupan itu. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan
agama harus bersanding dan bukan bertanding. Sehingga sangat penting bagi
penyandang tuna grahita untuk mempelajari Pendidikan Agama Islam sebagai
dasar baginya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Anak tuna grahita
sangat memerlukan bimbingan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Pelajaran pendidikan Agama Islam sederhana untuk penyandang tuna grahita
harus diberikan sesuai dengan kemampuannya, sehingga mereka mampu
menerima materi yang diberikan sesuai kapasitas yang dimiliki. Di SLB
Ngawi pendidikan bagi anak penyandang tuna grahita belum secara maksimal
diberikan kepadanya, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian di
sekolah tersebut.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis akan
melakukan penelitian dengan judul “Problematika Belajar Pendidikan
Agama Islam Pada Anak Penyandang Tuna Grahita (Studi Kasus SLB
B/C Ngawi Kabupaten Ngawi)”.
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari berbagai macam penafsiran judul diatas, maka
terlebih dahulu penulis perlu menjelaskan beberapa istilah yang terdapat
dalam judul skripsi di atas.
1. Problematika Belajar
Berasal dari kata “problem” yang mempunyai arti persoalan atau
permasalahan ( Kamus besar Bahasa Indonesia, 1994: 38)
Problematika ialah hal-hal yang menimbulkan permasalahan yang
belum bisa dipecahkan. ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 701)
Belajar ialah usaha untuk menguasai atau menambah sejumlah ilmu
pengetahuan (Ahmadi, 1999: 279). Menurut Lester D. Crow dan Alice
Crow, belajar ialah perbuatan untuk memperoleh kebiasaan, ilmu
pengetahuan dan berbagai sikap (Crow, 1984: 321). Menurut W.S Winkel,
Belajar ialah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan
dalam pengetahuan, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu
bersifat relative konstan dan berbekas.(Winkel, 1989: 36)
Berdasarkan beberapa pengertian Belajar di atas dapat disimpulkan
sebagai suatu proses mental atau psikis untuk memperoleh suatu
pembiasaan, kecakapan-kecakapan, ketrampilan, pengetahuan sebagai
sikap melalui suatu praktek latihan dan pengalaman. Perubahan tersebut
bersifat relatif konstan (menetap) dan berbekas.
Sedangkan Problematika belajar yang dimaksudkan adalah
problematika belajar Pendidikan Agama Islam yang dialami pada anak
penyandang Tuna Grahita di SLB YPPLB Ngawi Kabupaten Ngawi.
2. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam yaitu bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh pendidik yang bersumberkan nilai-nilai agama islam, disamping
menampakkan atau membentuk tingkah laku yang dijiwai dengan nilainilai
agama, juga mengembangkan ilmu pengetahuan yang sejalan dengan
nilai Islam. (Arifin, 2000: 13)
Pendidikan Agama Islam ialah Suatu bentuk usaha secara sistematik
dan pragmatis dalam membentuk anak didik agar arah hidupnya sesuai
dengan ajaran Islam (Zuharini, dkk, 1983: 27).
Pendidikan Agama Islam yaitu usaha yang dapat dilakukan
seseorang atau lembaga pendidikan secara sadar untuk mengembangkan
potensi siswa, baik yang bersifat jasmani maupun rohani berdasarkan
ajaran Islam.
3. Tuna Grahita
Tuna Grahita merupakan Istilah terbaru di Indonesia. Istilah-istilah
yang dikenal Tuna Mental, Cacat Mental, Retalisasi Mental. Istilah-istilah
di atas mempunyai maksud yang sama yaitu untuk menunjukkan anakanak
yang mengalami hambatan dalam perkembangan mental.
Pengertian dari Tuna Grahita adalah anak yang mempunyai
kecerdasan di bawah kecerdasan anak normal, yang tidak memungkinkan
untuk mengikuti pelajaran atau pendidikan di sekolah umum. Karena
intelegensi dibawah rata-rata anak normal sehingga perkembangan
berfikirnya sangat lamban (Dep. P dan K, 1984: 30)
Pada dasarnya anak Tuna Grahita itu adalah anak yang mengalami
hambatan dalam perkembangan mentalnya, anak yang membutuhkan
bimbingan dan latihan khusus atau dengan kata lain membutuhkan
program khusus.
4. SLB B/C YPPLB Ngawi
SLB adalah Sekolah luar biasa yaitu lembaga pendidikan bagi anak
yang berkelainan yang mempunyai cacat tuna atau tidak normal. YPPLB
adalah suatu badan atau yayasan yang mengelola pendidikan luar biasa
yang sifatnya swasta, juga sebagai nama dari yayasan tersebut. Sedangkan
Ngawi adalah nama kabupaten yang menunjukkan tempat atau lokasi.
Dari pengertian istilah-istilah di atas selanjutnya dapat ditegaskan
bahwa judul penelitian ini adalah “Problematika belajar Pendidikan
Agama Islam Pada Anak Penyandang Tuna Grahita di SLB B/C YPPLB
Ngawi”. Penelitian ini merupakan studi yang berkenaan dengan
pendidikan islam, sehingga diharapkan anak penyandang tuna grahita
menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berperilaku sesuai dengan
ajaran Islam serta menjadikan agama islam sebagai pandangan hidup guna
mancapai kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah ini dimaksudkan agar penelitian ini tidak melebar
permasalahannya, sehingga mudah untuk memahami hasilnya. Berdasarkan
latar belakang yang telah penulis uraikan di atas maka rumusan masalahnya
adalah:
1. Apa saja problematika belajar Pendidikan Agama Islam yang dihadapi
oleh anak penyandang cacat tuna grahita di SLB B/C YPLB Ngawi?
2. Bagaimana solusi yang dilakukan oleh SLB B/C YPLB Ngawi, untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didiknya?
D. Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan tertentu pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai,
demikian pula dengan penelitian ini. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui problematika belajar Pendidikan Agama Islam yang
dihadapi oleh anak penyandang cacat tuna grahita di SLB B/C YPLB
Ngawi
2. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan oleh SLB B/C YPLB Ngawi,
untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh peserta
didiknya
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khasanah
keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran Pendidikan
Agama Islam.
2. Secara Praktis
1) Penelitian ini dapat menunjang pengembangan informasi tentang
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB B/C Ngawi khususnya
dan Lembaga Pendidikan Islam pada umumnya
2) Dapat memberikan gambaran tentang problematika pengajaran di SLB
B/C Ngawi
3) Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan Akademisi yang
mengadakan penelitian berikutnya baik meneruskan maupun
mengadakan riset baru.
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan uraian singkat tentang hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya tentang masalah yang sejenis, sehingga
diketahui secara jelas posisi dan kontribusi peneliti, selain itu juga berupa
buku yang telah diterbitkan. Kajian pustaka ini berfungsi sebagai dasar
autentik tentang orisinalitas atau keaslian penelitian (Sumantri, dkk.2002).
Sebelum penelitian ini dilakukan memang sudah ada penelitianpenelitian
sejenis, akan tetapi dalam hal tertentu penelitian ini menunjukkan
adanya perbedaan. Berikut ini beberapa penelitian-penelitian sebelimnya yang
dapat penulis dokumentasikan sebagai kajian pustaka;
1. Sanapiah Faisal (1981) dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Luar
Sekolah Dalam System Pendidikan Nasional, mengungkapkan bahwa
pendidikan luar sekolah adalah salah satu bentuk pendidikan masyarakat
yang usahanya berhubungan dengan pembinaan dan pengembangan
masyarakat yang mengalami keterlantaran pendidikan baik pemuda
maupun dewasa, laki-laki maupun perempuan”.
2. Di dalam sebuah buku yang ditulis oleh Muhammad Ali (2002) yang
berjudul Pendidikan Agama Islam bagi Penyandang Tuna Grahita di SLB
C YPLB Danyang Purwodadi Kabupaten Grobogan, mengungkapkan
tentang materi-materi dan Evaluasi dalam memberikan pengajaran
Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tuna Grahita (Cacat Mental).
3. Bimo Walgito dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Mental, di
dalamnya memaparkan bahwa pendidikan berkewajiban berlatih anak
didik menyadari kemampuan-kemampuannya dan mengadakan
penyesuaian diri terhadap pengaruh-pengaruh luarnya melalui cara-cara
yang patut bagi lingkungan sosialnya dan konsep dirinya yang sehat, agar
ia menjadi warga masyarakat yang berguna dan bahagia dengan kodratnya.
Individu selama perkembangannya memerlukan sekali pendidikan ini.
Yaitu usaha dalam membantu mengadakan penyesuaian diri dan
perkembangannya.
4. Mustofa Fahmi dalam bukunya yang berjudul kesehatan mental dan
keluarga, sekolah dan masyarakat, menyatakan bahwa sekolah
mempunayai tugas penting, yaitu usaha membina sikap dan yang
disenangi lalu menumbuhkan sikap-sikap tersebut. Apabila sikap-sikap
tersebut telah terbina, maka ia akan menjadi pendorong yang akan
menolong dalam pembinaan pribadi murid. Sikap-sikap terpenting yang
perlu diusahakan untuk dimiliki oleh murid adalah: Sikap terhadap
sekolah, pekerjaan, waktu senggang (permainan dan rekreasi) dan sikap
terhadap orang-orang.
5. Desi Iriani (UMS, 2008) dalam skripsinya yang berjudul Metode
Pembelajaran Agama Islam pada Anak Tuna Grahita (Study Kasus SLB
B-C YPAALB langen Harjo Sukoharjo), menjelaskan bahwa guru dalam
menyampaikan materi kepada siswa menggunakan beberapa metode
pembelajaran, diantaranya metode ceramah dan hafalan, Demonstrasi,
apersepsi, menyanyi dan metode latihan. Pada hakekatnya metode yang
digunakan dalam menyampaikan materi sama antara anak tuna grahita
dengan anak normal, yang menjadi perbedaan adalah kondisi siswa dalam
memahami materi yang disampaiakan oleh guru dan materi tersebut
disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan peserta didik. Selain itu guru
harus mampu menciptakan suasana kelas yang dapat menghibur siswa.
Beberapa karya Ilmiah yang sudah dipaparkan diatas yang senada
dengan judul peneliti, ternyata belum ada yang meneliti judul tersebut di
atas demikian juga lokasinya. Oleh karena itu penelitian ini memenuhi
unsur kebaruan.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Ditinjau dari obyeknya, penelitian ini termasuk penelitian lapangan
(field Research), karena data-data yang diperlukan untuk menyusun karya
ilmiah ini diperoleh dari lapangan yaitu SLB B/C Ngawi. Sedangkan sifat
penelitian ini adalah deskriptif Kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan
menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan
dilapangan bersifat verbal, kalimat, fenomene-fenomena dan tidak berupa
angka-angka.
2. Penentuan sumber data
Data merupakan keterangan-keterangan suatu hal. Pengertian
sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian populasi.
Sutrisno Hadi (1998 : 220) berpendapat “ Populasi adalah sejumlah
penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai ciri-ciri yang
sama”. (Suharsini Arikunto, 1996: 115) ” Populasi adalah keseluruhan dari
obyek penelitian”.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa “populasi adalah keseluruhan subyek yang disajikan
dalam suatu penelitian dan memiliki ciri-ciri yang sama”. Dalam
penelitian ini populasinya adalah SLB B/C Ngawi, yang terdiri dari TKLB
29 siswa yaitu laki-laki 9 dan perempuan 20, SDLB 42 siswa yaitu lakilaki
24 dan perempuan 18, SMPLB 8 siswa yaitu laki-laki 4 dan
perempuan 4, SMALB yaitu laki-laki 2 dan perempuan 4, karena dalam
penelitian ini penulis fokuskan pada tingkat Sekolah Dasar, maka yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa SDLB di
YPPLB Ngawi yang bejumlah 42 siswa. Sehingga penelitian ini disebut
penelitian populasi.
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk dapat memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini.
Penulis menggunakan beberapa metode, yaitu:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis
fenomena yang diteliti (Suharsini Arikunto, 1998: 128). Metode ini
penulis gunakan untuk mengamati, mendengarkan dan mencatat
langsung keadaan atau kondisi sekolah, letak geografis, problemproblem
belajar, sarana dan prasarana di SLB B/C YPPLB Ngawi.
b. Interview
Interview atau wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewee) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memeberikan jawaban atas pertanyaan (Moleong,
2007: 186). Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang sejarah berdiri, struktur organisasi, saran prasarana, keadaan
siswa dan problem-problem yang dihadapi serta solusinya. Sedangkan
yang menjadi nara sumber adalah kepala sekolah dan guru.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, legger, agenda (Suharsini Arikunto, 1998: 159). Metode
ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang sejarah
berdidrinya SLB B/C Ngawi, struktur organisasi, keadaan karyawan
dan guru, keadaan siswa, sarana dan prasarana dan sebagainya.
4. Metode Analisis Data
Metode Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis kualitatif.
Analisis kualitatif adalah suatu analisis yang pengolahan datanya
dibandingkan dengan suatu standar atau kriteria yang telah dibuat peneliti
(Suharsini Arikunto, 1982: 308). Artinya peneliti mencari uraian yang
menyeluruh dan cermat tentang problematika yang dihadapi oleh SLB
B/C YPPLB Ngawi. Karena struktur pendekatannya menggunakan
pendekatan kualitatif, di mana data yang dikumpulkan melalui wawancara,
observasi dan dokumentasi maka, dilakukan pengelompokkan data dan
pengurangan yang tidak penting. Selain itu dilakukan analisis pengurangan
dan penarikan kesimpulan tentang problema pembelajaran yang dihadapi
oleh SLB B/C YPPLB Ngawi.
Proses Analisis data baik ketika pengumpulan data maupun setelah
selesai pengumpulan data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pada waktu pengumpulan data, dilakukan pembuatan reduksi data,
sajian data dan refleksi data
b. Menyusun pokok-pokok temuan yang penting dan mencoba
memahami hasil-hasil temuan tersebut dan melakukan reduksi data
c. Menyusun sajian data secara sistematis agar makna peristiwanya
semakin jelas
d. Mengatur data secara menyeluruh. Dan selanjutnya dilakukan
penarikan kesimpulan. Apabila dirasa kesimpulan masih perlu
tambahan data, maka akan kembali dilakukan tinjauan lapangan untuk
kegiatan pengumpulan data sebagai pendalaman.
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam pembahasan skripsi ini terbagi menjadi lima bab yang terbagi
dalam sub-sub bab, yaitu:
BAB I Pendahuluan, yang meliputi: Latar belakang masalah,
penegasan istilah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian
pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi
BAB II Landasan Teori, Berisi tentang pengertian Problematika
belajar, faktor-faktor yang menyebabkan problem belajar, problematika
belajar Pendidikan Agama Islam bagi anak penyandang tuna grahita dan teori
tentang Penyandang tuna grahita
BAB III Problematika belajar Pendidikan Agama Islam Pada Anak
Penyandang Tuna Grahita di SLB B/C YPPLB Ngawi, terdiri dari dua bagian:
pertama, gambaran umum SLB B/C YPPLB Ngawi, letak geografis, visi dan
misi, struktur organisasi, keadaan guru dan siswa, pendanaan, sarana dan
prasarana, keunggulan dan lingkungan. Kedua, problematika belajar
Pendidikan Agama Islam dan usaha guru dalam mengatasi problematika
belajar Pendidikan Agama Islam.
BAB IV Analisa Data, meliputi problematika belajar Pendidikan
Agama Islam dan solusi yang digunakan dalam mengatasi problematika
belajar pendidikan Agama Islam.
BAB V Penutup, yang meliputi: Kesimpulan, saran-saran, penutup
Bagian akhir berisi daftar pustaka, lampiran-lampiran dan biografi penulis.

Tidak ada komentar: