Sabtu, 23 Januari 2010

PROBLEMATIKA BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK PENYANDANG TUNA GRAHITA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah
Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang dilakukan secara
sistematis dalam membimbing anak yang beragama Islam, sehingga ajaran
Islam benar-benar diketahui, dimiliki, dan diamalkan oleh peserta didik baik
tercermin dalam sikap, tingkah laku maupun cara berfikirnya. Melalui
pendidikan Islam terjadilah proses pengembangan aspek kepribadian anak,
yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Sehingga ajaran
Islam diharapkan akan menjadi bagian integral dari pribadi anak yang
bersangkutan. Dalam arti segala aktifitas anak akan mencerminkan sikap
Islamiyah.
Proses pendidikan itu adalah proses yang kontinyu bermula sejak
seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Rumusan selain itu adalah
bahwa proses pendidikan tersebut mencakup bentuk-bentuk belajar secara
formal maupun informal. Baik yang berlangsung dalam lingkungan keluarga,
kehidupan sekolah, pekerjaan maupun kehidupan masyarakat. (Abu Tauhid,
1984: 18)
Pendidikan di samping merupakan kebutuhan manusia juga merupakan
suatu kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anaknya, karena anak adalah
amanat yang diberikan oleh Allah untuk dipelihara dan
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam
surat At-tahrim ayat 6 yang berbunyi:
…آلتحريم۝
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka”. (At-tahrim: 6)
Berdasarkan ayat tersebut berarti Allah memberikan amanat secara
langsung kepada orang tua untuk menjaga dirinya dan keluarganya termasuk
anak-anaknya dari siksa api neraka. Dalam upayanya mengemban amanat ini,
orang tua tidak cukup dengan memberikan hak-hak yang bersifat lahiriyah
saja dalam arti pendidikannya, oleh karena itu kepada semua orang tua atau
pendidik dalam mendidik atau mengajar tidak boleh membedakan bahkan
terhadap seorang yang cacatpun harus diperlakukan sama dengan orang yang
normal.
Agama Islam tidak ada perbedaan hak belajar untuk semua orang baik
yang cacat maupun yang normal. Semuanya berhak mendapatkan pendidikan
sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya, jadi hak setiap orang dalam
mendapatkan ilmu adalah sama.
Dalam kenyataannya pendidikan untuk anak-anak berkelainan masih
belum menjadi prioritas yang utama. Sehingga masih perlu dikaji untuk lebih
memperhatikan pendidikan bagi para penyandang cacat. Dengan pendidikan
dan pengajaran yang diterima, maka mereka memperoleh bekal hidup untuk
hidup di tengah masyarakat dan kondisi mereka tidak akan selalu menjadi
beban bagi keluarga dan lingkungan masyarakat.
Ditegaskan dalam firman Allah surat Al-baqarah ayat 31:
........... آلبقرة۝
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
memang benar orang-orang yang benar!"
Untuk mewujudkan harapan tersebut, seorang guru dituntut untuk
memiliki dan memahami pengetahuan yang seksama mengenai pertumbuhan
dan perkembangan peserta didik, memahami tentang tujuan yang akan dicapai,
penguasaan materi dan penyajiannya dengan metode-metode yang tepat. Dari
beberapa Sekolah Luar Biasa yang ada di kota-kota besar, SLB Ngawi lebih
menarik untuk menjadi bahan kajian. Karena di kota Ngawi hanya ada satu
sekolah yang memberikan pendidikan secara khusus kepada anak yang
memiliki perkembangan mental di bawah rata-rata. Sehingga penting kiranya
mengetahui perkembangan bahan pengajaran dan yang paling utama adalah
mengetahui problem-problem yang dihadapi oleh para pelajar di SLB B/C
YPPLB Ngawi kabupaten Ngawi sebagai lembaga pendidikan anak-anak
cacat. Problem yang mendominasi dari siswa-siswi SLB B/C YPPLB Ngawi
adalah problem pemahaman materi, sehingga perlu adanya penyesuaian materi
yang akan disampaikan. Perlunya bimbingan khusus yang harus dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak cacat menuntut seorang
guru mempunyai kreatifitas yang tinggi demi tercapainya pendidikan bagi
peserta didik.
Dipertegas dalam surat Az-zumar ayat 9 yang berbunyi:
……آلزمر۝
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.
Pendidikan adalah hak bagi seluruh warga Negara tanpa membedakan
asal usul, status sosial, ekonomi maupun keadaan fisik seseorang termasuk
anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana diamanatkan dalam UUD
1945 pasal 31.
Realita yang ada sekarang adalah jumlah anak berkelainan yang
mendapatkan layanan pendidikan jumlahnya masih sangat sedikit.
Kesenjangan ini diantaranya disebabkan oleh masih adanya hambatan dalam
pola pikir masyarakat kita masih cenderung dikotomis dan memandang “apa”
pada anak berkelainan. Terbukti bahwa di kabupaten Ngawi hanya ada satu
lembaga yang mampu menangani dan memberikan pelayanan khusus bagi
penyandang cacat mental. Hanya sebagian kecil anak penyandang cacat yang
mampu mendapatkan pendidikan secara khusus, sedangkan di daerah yang
terpencil belum sepenuhnya anak-anak tuna grahita mendapat pendidikan
yang layak dikarenakan belum memprioritaskan pendidikan bagi penyandang
cacat mental. (Wawancara dengan salah satu guru SLB C, Bpk Mazruri Spd
tgl 05 januari 2009)
Disadari bahwa kelainan seorang anak memiliki tingkatan dari yang
paling ringan sampai yang paling berat, dari kelainan tunggal, ganda hingga
kompleks yang berkaitan dengan fisik, emosi, psikis dan sosial. Keadaan ini
jelas memerlukan pendidikan khhusus dalam memberikan layanan pendidikan.
Untuk mengatasi hal tersebut telah disediakan berbagai bentuk layanan
pendidikan (Sekolah) bagi mereka. Pada dasarnya sekolah untuk anak
berkelainan sama dengan anak-anak pada umumnya. Namun karena kondisi
dan karakteristik kelainan anak yang disandang, maka sekolah bagi mereka
dirancang secara khusus sesuai dengan jenis dan karakteristik kelainannya.
SLB B/C YPPLB Ngawi merupakan Institusi yang memberikan
layanan pendidikan bagi anak penyandang tuna rungu dan tuna grahita yang di
dalamnya terdapat proses belajar mengajar. Di SLB ini anak tuna grahita
mengalami problem dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Pendidikan Agama Islam adalah sebagai dasar dalam menjalani kehidupan
yang berpijak dari AlQur’an dan hadits, agama dapat diibaratkan sebagai
mata, sedangkan sains sebagai mikroskop atau teleskop yang dapat
memperjelas daya pengamatan mata atau agama adalah pedoman dan jalan
kehidupan menuju keselamatan, sedangkan pengetahuan adalah cahaya yang
menerangi jalan kehidupan itu. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan
agama harus bersanding dan bukan bertanding. Sehingga sangat penting bagi
penyandang tuna grahita untuk mempelajari Pendidikan Agama Islam sebagai
dasar baginya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Anak tuna grahita
sangat memerlukan bimbingan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Pelajaran pendidikan Agama Islam sederhana untuk penyandang tuna grahita
harus diberikan sesuai dengan kemampuannya, sehingga mereka mampu
menerima materi yang diberikan sesuai kapasitas yang dimiliki. Di SLB
Ngawi pendidikan bagi anak penyandang tuna grahita belum secara maksimal
diberikan kepadanya, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian di
sekolah tersebut.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis akan
melakukan penelitian dengan judul “Problematika Belajar Pendidikan
Agama Islam Pada Anak Penyandang Tuna Grahita (Studi Kasus SLB
B/C Ngawi Kabupaten Ngawi)”.
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari berbagai macam penafsiran judul diatas, maka
terlebih dahulu penulis perlu menjelaskan beberapa istilah yang terdapat
dalam judul skripsi di atas.
1. Problematika Belajar
Berasal dari kata “problem” yang mempunyai arti persoalan atau
permasalahan ( Kamus besar Bahasa Indonesia, 1994: 38)
Problematika ialah hal-hal yang menimbulkan permasalahan yang
belum bisa dipecahkan. ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 701)
Belajar ialah usaha untuk menguasai atau menambah sejumlah ilmu
pengetahuan (Ahmadi, 1999: 279). Menurut Lester D. Crow dan Alice
Crow, belajar ialah perbuatan untuk memperoleh kebiasaan, ilmu
pengetahuan dan berbagai sikap (Crow, 1984: 321). Menurut W.S Winkel,
Belajar ialah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan
dalam pengetahuan, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu
bersifat relative konstan dan berbekas.(Winkel, 1989: 36)
Berdasarkan beberapa pengertian Belajar di atas dapat disimpulkan
sebagai suatu proses mental atau psikis untuk memperoleh suatu
pembiasaan, kecakapan-kecakapan, ketrampilan, pengetahuan sebagai
sikap melalui suatu praktek latihan dan pengalaman. Perubahan tersebut
bersifat relatif konstan (menetap) dan berbekas.
Sedangkan Problematika belajar yang dimaksudkan adalah
problematika belajar Pendidikan Agama Islam yang dialami pada anak
penyandang Tuna Grahita di SLB YPPLB Ngawi Kabupaten Ngawi.
2. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam yaitu bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh pendidik yang bersumberkan nilai-nilai agama islam, disamping
menampakkan atau membentuk tingkah laku yang dijiwai dengan nilainilai
agama, juga mengembangkan ilmu pengetahuan yang sejalan dengan
nilai Islam. (Arifin, 2000: 13)
Pendidikan Agama Islam ialah Suatu bentuk usaha secara sistematik
dan pragmatis dalam membentuk anak didik agar arah hidupnya sesuai
dengan ajaran Islam (Zuharini, dkk, 1983: 27).
Pendidikan Agama Islam yaitu usaha yang dapat dilakukan
seseorang atau lembaga pendidikan secara sadar untuk mengembangkan
potensi siswa, baik yang bersifat jasmani maupun rohani berdasarkan
ajaran Islam.
3. Tuna Grahita
Tuna Grahita merupakan Istilah terbaru di Indonesia. Istilah-istilah
yang dikenal Tuna Mental, Cacat Mental, Retalisasi Mental. Istilah-istilah
di atas mempunyai maksud yang sama yaitu untuk menunjukkan anakanak
yang mengalami hambatan dalam perkembangan mental.
Pengertian dari Tuna Grahita adalah anak yang mempunyai
kecerdasan di bawah kecerdasan anak normal, yang tidak memungkinkan
untuk mengikuti pelajaran atau pendidikan di sekolah umum. Karena
intelegensi dibawah rata-rata anak normal sehingga perkembangan
berfikirnya sangat lamban (Dep. P dan K, 1984: 30)
Pada dasarnya anak Tuna Grahita itu adalah anak yang mengalami
hambatan dalam perkembangan mentalnya, anak yang membutuhkan
bimbingan dan latihan khusus atau dengan kata lain membutuhkan
program khusus.
4. SLB B/C YPPLB Ngawi
SLB adalah Sekolah luar biasa yaitu lembaga pendidikan bagi anak
yang berkelainan yang mempunyai cacat tuna atau tidak normal. YPPLB
adalah suatu badan atau yayasan yang mengelola pendidikan luar biasa
yang sifatnya swasta, juga sebagai nama dari yayasan tersebut. Sedangkan
Ngawi adalah nama kabupaten yang menunjukkan tempat atau lokasi.
Dari pengertian istilah-istilah di atas selanjutnya dapat ditegaskan
bahwa judul penelitian ini adalah “Problematika belajar Pendidikan
Agama Islam Pada Anak Penyandang Tuna Grahita di SLB B/C YPPLB
Ngawi”. Penelitian ini merupakan studi yang berkenaan dengan
pendidikan islam, sehingga diharapkan anak penyandang tuna grahita
menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berperilaku sesuai dengan
ajaran Islam serta menjadikan agama islam sebagai pandangan hidup guna
mancapai kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah ini dimaksudkan agar penelitian ini tidak melebar
permasalahannya, sehingga mudah untuk memahami hasilnya. Berdasarkan
latar belakang yang telah penulis uraikan di atas maka rumusan masalahnya
adalah:
1. Apa saja problematika belajar Pendidikan Agama Islam yang dihadapi
oleh anak penyandang cacat tuna grahita di SLB B/C YPLB Ngawi?
2. Bagaimana solusi yang dilakukan oleh SLB B/C YPLB Ngawi, untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didiknya?
D. Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan tertentu pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai,
demikian pula dengan penelitian ini. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui problematika belajar Pendidikan Agama Islam yang
dihadapi oleh anak penyandang cacat tuna grahita di SLB B/C YPLB
Ngawi
2. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan oleh SLB B/C YPLB Ngawi,
untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh peserta
didiknya
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khasanah
keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran Pendidikan
Agama Islam.
2. Secara Praktis
1) Penelitian ini dapat menunjang pengembangan informasi tentang
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB B/C Ngawi khususnya
dan Lembaga Pendidikan Islam pada umumnya
2) Dapat memberikan gambaran tentang problematika pengajaran di SLB
B/C Ngawi
3) Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan Akademisi yang
mengadakan penelitian berikutnya baik meneruskan maupun
mengadakan riset baru.
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan uraian singkat tentang hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya tentang masalah yang sejenis, sehingga
diketahui secara jelas posisi dan kontribusi peneliti, selain itu juga berupa
buku yang telah diterbitkan. Kajian pustaka ini berfungsi sebagai dasar
autentik tentang orisinalitas atau keaslian penelitian (Sumantri, dkk.2002).
Sebelum penelitian ini dilakukan memang sudah ada penelitianpenelitian
sejenis, akan tetapi dalam hal tertentu penelitian ini menunjukkan
adanya perbedaan. Berikut ini beberapa penelitian-penelitian sebelimnya yang
dapat penulis dokumentasikan sebagai kajian pustaka;
1. Sanapiah Faisal (1981) dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Luar
Sekolah Dalam System Pendidikan Nasional, mengungkapkan bahwa
pendidikan luar sekolah adalah salah satu bentuk pendidikan masyarakat
yang usahanya berhubungan dengan pembinaan dan pengembangan
masyarakat yang mengalami keterlantaran pendidikan baik pemuda
maupun dewasa, laki-laki maupun perempuan”.
2. Di dalam sebuah buku yang ditulis oleh Muhammad Ali (2002) yang
berjudul Pendidikan Agama Islam bagi Penyandang Tuna Grahita di SLB
C YPLB Danyang Purwodadi Kabupaten Grobogan, mengungkapkan
tentang materi-materi dan Evaluasi dalam memberikan pengajaran
Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tuna Grahita (Cacat Mental).
3. Bimo Walgito dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Mental, di
dalamnya memaparkan bahwa pendidikan berkewajiban berlatih anak
didik menyadari kemampuan-kemampuannya dan mengadakan
penyesuaian diri terhadap pengaruh-pengaruh luarnya melalui cara-cara
yang patut bagi lingkungan sosialnya dan konsep dirinya yang sehat, agar
ia menjadi warga masyarakat yang berguna dan bahagia dengan kodratnya.
Individu selama perkembangannya memerlukan sekali pendidikan ini.
Yaitu usaha dalam membantu mengadakan penyesuaian diri dan
perkembangannya.
4. Mustofa Fahmi dalam bukunya yang berjudul kesehatan mental dan
keluarga, sekolah dan masyarakat, menyatakan bahwa sekolah
mempunayai tugas penting, yaitu usaha membina sikap dan yang
disenangi lalu menumbuhkan sikap-sikap tersebut. Apabila sikap-sikap
tersebut telah terbina, maka ia akan menjadi pendorong yang akan
menolong dalam pembinaan pribadi murid. Sikap-sikap terpenting yang
perlu diusahakan untuk dimiliki oleh murid adalah: Sikap terhadap
sekolah, pekerjaan, waktu senggang (permainan dan rekreasi) dan sikap
terhadap orang-orang.
5. Desi Iriani (UMS, 2008) dalam skripsinya yang berjudul Metode
Pembelajaran Agama Islam pada Anak Tuna Grahita (Study Kasus SLB
B-C YPAALB langen Harjo Sukoharjo), menjelaskan bahwa guru dalam
menyampaikan materi kepada siswa menggunakan beberapa metode
pembelajaran, diantaranya metode ceramah dan hafalan, Demonstrasi,
apersepsi, menyanyi dan metode latihan. Pada hakekatnya metode yang
digunakan dalam menyampaikan materi sama antara anak tuna grahita
dengan anak normal, yang menjadi perbedaan adalah kondisi siswa dalam
memahami materi yang disampaiakan oleh guru dan materi tersebut
disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan peserta didik. Selain itu guru
harus mampu menciptakan suasana kelas yang dapat menghibur siswa.
Beberapa karya Ilmiah yang sudah dipaparkan diatas yang senada
dengan judul peneliti, ternyata belum ada yang meneliti judul tersebut di
atas demikian juga lokasinya. Oleh karena itu penelitian ini memenuhi
unsur kebaruan.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Ditinjau dari obyeknya, penelitian ini termasuk penelitian lapangan
(field Research), karena data-data yang diperlukan untuk menyusun karya
ilmiah ini diperoleh dari lapangan yaitu SLB B/C Ngawi. Sedangkan sifat
penelitian ini adalah deskriptif Kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan
menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan
dilapangan bersifat verbal, kalimat, fenomene-fenomena dan tidak berupa
angka-angka.
2. Penentuan sumber data
Data merupakan keterangan-keterangan suatu hal. Pengertian
sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian populasi.
Sutrisno Hadi (1998 : 220) berpendapat “ Populasi adalah sejumlah
penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai ciri-ciri yang
sama”. (Suharsini Arikunto, 1996: 115) ” Populasi adalah keseluruhan dari
obyek penelitian”.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa “populasi adalah keseluruhan subyek yang disajikan
dalam suatu penelitian dan memiliki ciri-ciri yang sama”. Dalam
penelitian ini populasinya adalah SLB B/C Ngawi, yang terdiri dari TKLB
29 siswa yaitu laki-laki 9 dan perempuan 20, SDLB 42 siswa yaitu lakilaki
24 dan perempuan 18, SMPLB 8 siswa yaitu laki-laki 4 dan
perempuan 4, SMALB yaitu laki-laki 2 dan perempuan 4, karena dalam
penelitian ini penulis fokuskan pada tingkat Sekolah Dasar, maka yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa SDLB di
YPPLB Ngawi yang bejumlah 42 siswa. Sehingga penelitian ini disebut
penelitian populasi.
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk dapat memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini.
Penulis menggunakan beberapa metode, yaitu:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis
fenomena yang diteliti (Suharsini Arikunto, 1998: 128). Metode ini
penulis gunakan untuk mengamati, mendengarkan dan mencatat
langsung keadaan atau kondisi sekolah, letak geografis, problemproblem
belajar, sarana dan prasarana di SLB B/C YPPLB Ngawi.
b. Interview
Interview atau wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewee) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memeberikan jawaban atas pertanyaan (Moleong,
2007: 186). Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang sejarah berdiri, struktur organisasi, saran prasarana, keadaan
siswa dan problem-problem yang dihadapi serta solusinya. Sedangkan
yang menjadi nara sumber adalah kepala sekolah dan guru.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, legger, agenda (Suharsini Arikunto, 1998: 159). Metode
ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang sejarah
berdidrinya SLB B/C Ngawi, struktur organisasi, keadaan karyawan
dan guru, keadaan siswa, sarana dan prasarana dan sebagainya.
4. Metode Analisis Data
Metode Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis kualitatif.
Analisis kualitatif adalah suatu analisis yang pengolahan datanya
dibandingkan dengan suatu standar atau kriteria yang telah dibuat peneliti
(Suharsini Arikunto, 1982: 308). Artinya peneliti mencari uraian yang
menyeluruh dan cermat tentang problematika yang dihadapi oleh SLB
B/C YPPLB Ngawi. Karena struktur pendekatannya menggunakan
pendekatan kualitatif, di mana data yang dikumpulkan melalui wawancara,
observasi dan dokumentasi maka, dilakukan pengelompokkan data dan
pengurangan yang tidak penting. Selain itu dilakukan analisis pengurangan
dan penarikan kesimpulan tentang problema pembelajaran yang dihadapi
oleh SLB B/C YPPLB Ngawi.
Proses Analisis data baik ketika pengumpulan data maupun setelah
selesai pengumpulan data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pada waktu pengumpulan data, dilakukan pembuatan reduksi data,
sajian data dan refleksi data
b. Menyusun pokok-pokok temuan yang penting dan mencoba
memahami hasil-hasil temuan tersebut dan melakukan reduksi data
c. Menyusun sajian data secara sistematis agar makna peristiwanya
semakin jelas
d. Mengatur data secara menyeluruh. Dan selanjutnya dilakukan
penarikan kesimpulan. Apabila dirasa kesimpulan masih perlu
tambahan data, maka akan kembali dilakukan tinjauan lapangan untuk
kegiatan pengumpulan data sebagai pendalaman.
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam pembahasan skripsi ini terbagi menjadi lima bab yang terbagi
dalam sub-sub bab, yaitu:
BAB I Pendahuluan, yang meliputi: Latar belakang masalah,
penegasan istilah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian
pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi
BAB II Landasan Teori, Berisi tentang pengertian Problematika
belajar, faktor-faktor yang menyebabkan problem belajar, problematika
belajar Pendidikan Agama Islam bagi anak penyandang tuna grahita dan teori
tentang Penyandang tuna grahita
BAB III Problematika belajar Pendidikan Agama Islam Pada Anak
Penyandang Tuna Grahita di SLB B/C YPPLB Ngawi, terdiri dari dua bagian:
pertama, gambaran umum SLB B/C YPPLB Ngawi, letak geografis, visi dan
misi, struktur organisasi, keadaan guru dan siswa, pendanaan, sarana dan
prasarana, keunggulan dan lingkungan. Kedua, problematika belajar
Pendidikan Agama Islam dan usaha guru dalam mengatasi problematika
belajar Pendidikan Agama Islam.
BAB IV Analisa Data, meliputi problematika belajar Pendidikan
Agama Islam dan solusi yang digunakan dalam mengatasi problematika
belajar pendidikan Agama Islam.
BAB V Penutup, yang meliputi: Kesimpulan, saran-saran, penutup
Bagian akhir berisi daftar pustaka, lampiran-lampiran dan biografi penulis.

Senin, 18 Januari 2010

menjadi pemimpin sejati

PENDAHULUAN
Semakin maju suatu negara semakin banyak orang terdidik, dan banyak pula orang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih mantap jika ditunjang oleh wirausahawan karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Pemerintah tidak akan mampu menggarap semua aspek pembangunan karena sangat banyak membutuhkan anggaran belanja, personalia, dan pengawasan.
Maka dengan adanya fenomena yang terjadi saat ini kita dituntut lebih kreatif dan mampu menemukan hal-hal baru untuk mengahdapi dunia persaingan yang semakin ketat seperti saat ini. Dalam berwirausaha kita harus mampu memimpin diri sendiri dan mampu menentukan sebuah keputusan dalam setiap mengahadapi masalah, berusaha menganggap masalah adalah sebuah peluang untuk menuju gerbang kesuksesan.” Kreativitas kita akan membentuk kembali realitas alam. Dengan itu kita menandai sejarah, tidak sekedar larut di dalamnya” ( steve jobs,ceo apple inc ). Sifat – sifat seperti ini yang mutlak dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Oleh sebab itu, betapa besar peran seorang pemimpin baik bagi diri sendiri, keluarga, dan perusahaan atau organisasi dalam proses pencapain tujuannya. Maka dalam makalah ini, kami berusaha membahas tentang pengertian kepemimpinan, aspek-aspek kepemimpinan, dan karakteristik seorang pemimpin dan lain-lain.


Menjadi Pemimpin Sejati
A.Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri.
Empat unsur dalam kepemimpinan, (1). Komunitas (2). Manajemen (3). Kultur dan (4). Tujuan. keempat unsur ini bersifat prinsip. Kepemimpinan akan terjadi secara alami dalam sebuah komunitas, tanpa mesti dipakssakan harus ada. Dari komunitas terkecil (keluarga) sampai masyarakat luas. Dari komunitas inilah yang nantinya akan ada seleksi bersama siapa yang berhak memimpin / memegang kendali sebuah misi kehidupan bersama dengan tradisi-tradisinya.
Munculnya seorang pemimpin secara alamiah dalam sebuah komunitas adalah hal yang mendasar, karena hakekatnya manusia adalah pemimpin, namun simbolisasi dari pemimpin adalah naluri dari semua warga komunitas, tegasnya kita memerlukan sosok yang bisa mengatur, membawa, memberi, mengarahkan, itulah perwujudan pemimpin.
Hati nurani mengatakan bahwa pemimpin adalah yang bisa menjaga dan membawa kepada semua yang mereka butuhkan, tentu mereka mempercayakan posisi pemimpin mereka adalah orang yang jelas track record nya dan berjasa kepada mereka. Pola seperti ini berlaku dari tataran masyarakat bawah/kuno. Seperti seorang “kiyai” yang hampir semua ucapannya digugu, karena mempuyai wawasan keagamaan dan prilaku yang diatas rata-rata. Atau aktivis sosial yang dijadikan pemimpin buruh, karena dianggap mampu membawa aspirasi mereka yang perlu diperjuangkan.
Pola alamiah seperti inilah yang dibutuhkan karakter kepemimpinan diindonesia, sejarah yang menjadi fakta, pemimpin yang dibentuk dengan potret-potret kehidupan masyarakat. Muncul secara alamiah, bukan seseorang yang menjadi pemimpin, sehingga dipaksakan dirinya sendiri.
Terdapat tujuh cara atau strategi untuk mengatasi leadership gap dalam suatu organisasi. Berikut ini adalah sejumlah ide yang dapat digunakan untuk mengembangkan ketujuh kompetensi tersebut.
Leading people
Pemimpin ini pandai dalam memberikan pengarahan serta memotivasi orang lain. Pemimpin ini tahu benar bagaimana cara berinteraksi dengan staf yang dapat membuat mereka termotivasi. Mereka dapat mendelegasikan kepada karyawan secara efektif, membuka peluang lebih luas kepada karyawan, berlaku secara adil, dan merekrut orang yang berbakat ke dalam tim.
Langkah yang dapat dtempuh untuk meningkatkan kompetensi ini adalah:
mengkomunikasikan perilaku dan skill tertentu yang terkait dengan mengelola orang lain. Pastikan bahwa manajer tahu dan paham peran mereka masing-masing dalam hal ini.
mengukur perilaku dan skill dari pemimpin, yakni dengan menggunakan assessment yang konsisten, seperti 360 assessment.
membuat program pelatihan dan assignment yang bersifat leadership development
membentuk grup internal untuk melakukan forum diskusi dan sharing mengenai best practice dalam hal mengelola tim
menciptakan lingkungan yang kaya akan feedback. Buat program mentoring dan train management yang dapat mendorong feedback secara efektif.
Strategic planning
Skill ini meliputi menerjemahkan visi ke dalam strategi bisnis yang realistis. Mereka mengartikulasikan tujuan dan strategi jangka panjang, lalu mengembangkan rencana yang dapat menyeimbangkan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang, melakukan pembaharuan terhadap rencana, serta membuat rencana contingency.
Langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi ini adalah:
mengkomunikasikan strategi, termasuk membicarakan faktor yang mempengaruhi strategi ini dengan tim manajeJmen dan lainnya
memberikan pengajaran strategic skill, diantaranya strategy development, change management, hingga risk management
melibatkan manajer yang muda dan punya masa depan cerah dalam pengembangan strategi
ekspos para manajer terhadap skill yang dibutuhkan, misalnya dengan melakukan rotasi secara regular, sehingga lebih banyak manajer yang siap untuk posisi manajer senior
dukung terjadinya learning, dengan menyelenggarakan mentoring dan coaching

Inspiring Commitment
Pemimpin dapat membangun komitmen dengan cara memberikan penghargaan dan reward atas pencapaian dari subordimat. Mereka tidak ragu untuk memuji di depan public, serta tahu benar mengenai apa yang dapat memotivasi orang untuk mencapai kinerja terbaik.
Langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi ini adalah:
mengklarifikasikan visi kepada tiap karyawan, sehingga mereka paham peran dan tanggung jawab masing-masing dalaJm merealisasikan visi organisasi
mengkomunikasikan visi dan arahan yang jelas secara efektif juga konsisten
mendorong manajer untuk menciptakJan standar tinggi untuk kinerja dan kompetensi interpersonal
menciptakan peluang bagi para manJajer untuk memberikan penghargaan pada karyawannya secara public
Managing change
Seorang pemimpin harus dapat mengembangkan strategi yang efektif dalam melakukan perubahan organisasi. Ia memandang perubahan sebagai sesuatu yang positif, melakukan perencanaan, mengatasi penolakan, beradaptasi terhadap tekanan eksternal, serta melibatkan lainnya dalam merancang dan mengimplementasikan perubahan.
Langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi ini adalah:
menyelenggarakan kelas, diskusi atau kursus mengenai change management
mendorong manajer untuk melibatkan orang lain dalam mengambil keputusan di tengah proses perubahan organisasi
menciptakan ruang bagi manajer untuk saling bertukar pikiran dan solusi
menerima penolakan karyawan, dan membantu manajer untuk mengembangkan strategi dalam menghadapi penolakan tersebut
Employeedevelopment
Pemimpin yang memiliki skill ini dapat memberikan coaching pada karyawan untuk meningkatkan kinerja, panduan, mendorong pengembangan karir, dan memastikan bahwa karyawan paham perannya masing-masing.
Langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi ini adalah:
mendorong manajer untuk mendiskusikan tujuan karir dengan karyawan secara regular
mengembangkan rencana suksesi
Balancing personal life and work
Seorang pemimpin dengan work life balance dapat mengatur keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi, sehingga tidak ada yang terlantar diantara keduanya.
Langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi ini adalah:
membangun awareness mengenai personal style dan perilaku
melakukan diskusi mengenai kapan, dimana dan bagaimana untuk berkata tidak
mengajarkan skill organisasional dan delegasi
menyelenggarakan program untuk menurunkan tingkat stress, yoga ataupun senam
pertimbangkan adanya layanan on-site, seperti program day care, gym dan mengelola keuangan
membuat kebijakan seperti telecommuting dan flex time, untuk membantu karyawan dalam mengelola waktunya
Decisiveness
Pemimpin tidak ragu dalam mengambil keputusan, dan ia dapat mengambil keputusan ketika memang dibutuhkan.
Langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi ini adalah:
membantu manajer dalam menentukan prioritas
membuat proses yang dapat membantu manajer dalam memperoleh informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan
membantu manajer untuk mengambil risiko yang terukur
menciptakan lingkungan kerja yang lebih efisien
mengembangkan criteria dan proses untuk pengambilan keputusan dalam organisasi.
B.Pendekatan Utama Kepemimpinan
Pendekatan sifat-sifat ( traits approach )
Antara pemimpin dan bukan pemimpin dapat dilihat dengan mengidentifikasi dari sifat-sifat kepribadiannya. Pendekatan psikologis ini untuk sebagian besar didasarkan atas pengakuan umum bahwa perilaku individu untuk sebagian ditentukan oleh struktur kepribadian ( Oteng Sutisna, 1982:241 )
Pendekatan sifat-sifat menyatakan bahwa terdapat sifat-sifat tertentu pada pemimpin antara lain : memiliki kekuatan fisik dan keramhan. Seorang pemimpin memiliki intelegensi yang tinggi. Hanya dalam mengungkapkan sifat-sifat ini sering kali muncul pertentangan sifat seperti aktif, orangnya harus stabil emosional tapi fleksibel, berkeras hati tapi kooperatif. Ada sifat kepribadian yang dapat dipandang berhubungan positif dengan perilaku pemimpin dan mempunyai korelasitinggi ialah : popularitas, keaslian, adaptabilitas, ambisi, ketekunan, status sosoial, status ekonomi, dan mampu berkkomunikasi.
Meskipun dikalangan para ahlipersyaratan pemimpin belum disepakati sepenuhnya namun ada senyumlah sifat-sifat kepribadian yang perlu dimiliki para pemimpin ( Andy Undap, 1983:29 )
1)Pendidikan umum yang luas
2)Kematangan mental
3)Sifat ingin tahu
4)Kemampuan analisis
5)Memiliki daya ingat yang kuat
6)Integritas
7)Keterampilan berkomunikasi
8)Keterampilan mendidik
9)Rasional dan objektif
10)Pragmatisme
11)Ada naluri prioritas
12)Pandai mengatur waktu
13)Kesederhanaan
14)Sifat keberanian
15)Kemampuan mendengar
Pendekatan keperilakuan ( behavioral approach )
Dalam hal ini dilihat pola tingkah laku dari seorang pemimpin untuk mempengaruhi karyawannya. Perilaku pemimpin ini dapat beroriaentasi pada hubungan antar karyawan.
Rensis Likers, mengembngkan teori kepemimpinan menjadi dua dimensi yaitu orientasi tugas dan orientasi bawahan, yang dijabarkan menjadi empat tingkat model efektivitas kepemimpinan yaitu :
1)Exploitative autoritative
Bercirikan tidak ada kepercyaan kepada bawhan, pimpinan ini selalu menggunakan ancaman dan hukuman kepada karyawannya.
2)Benevolent autoritative
Ada sedikit kepercayaan karyawan tetapi hubungannya seperti tuan dengan budaknya hanya juga masih menggunakan ancaman dan hukuman dalam pelaksanaan tugas. Dan ada sedikit komunikasi terbuka tai tidak berdasarkan kepercayan.
3)Consultative
Berdasarkan kepercayaan kepada karyawan tetapi tidak penuh. Proses pengambilan keputusan untuk hal yang penting tetap berada ditangan pimpinan, tetapi kepercayaan sudah merupakan dasr komunikasi.
4)Partisipative
Merupakan sistem yang ideal ada kepercayaan penuh dari atasan. Percaya diri dan kreativitas karyawan merupakan unsur penting. Komunikasi sangat terbuka hubungan antar karyawan lancar dan suasana perusahaan segar dan sehat.
Sebab-sebab munculnya pemimpin
Ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana munculnya pemimpin: ( Kartini Kartono, 1983: 29 )
1)Teori genetis
Teori ini menyatakan bahwa pemimpin itu sudah ada bakat sejak lahir dan tidak dapat dibuat. Dia memang sudah ditakdirkan untukmenjadi pemimpin. Teri ini menganut pandangan deterministis artinya pandangan yang sudah ditentukan sejak dulu.
2)Teori sosial
Seorang pemimpin tidak dilahirkan akan tetapi seorang calaon pemimpin dapat disiapkan dididik dan dibentik agar dia menjadi pemimpin yang hebat dikemudian hari. Setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui pendidikan dan dorongan berbagi pihak.
3)Teori ekologi atau sintesis
Seorang akan sukses menjadi pemimpin apabila dia memang memiliki bakat-bakat pemimpin. Kemudian bakat ini dikembangkan melalui pendidikan dorongan dan pengalaman yang akan membentuk pribadi sebagai seorang pemimpin.
Tipe kepemimpinan
1)Tipe kharismatis
Merupakan kekuatan energi, daya tarik yang luar biasa yang akan diikuti oleh para pengikutnya.
2)Tipe paternalistis
Bersikap melindungi bawahan sebagai seorang bapak atau sebagia ibu yang penuh kasih sayang. Pemimpin tipe ini kurang memberikan kesempatan pada karyawan untuk berinisiatif dan mengambil keputusan.
3)Tipe militeristis
Tipe pemimpin ini banyak menggunakan sistem perintah, sistem komando dari atasan kebawahan sifatnya keras sangat otoriter, menghendaki bawahan agar selalu patuh, penuh acara formalitas.
4)Tipe otokratis
Cara memimpinya berdasarkan kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipenuhi. Pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, dia menjadi raja. Setiap perintah ditetapkan tanpa konsultasi, kekuasaannya sangat absolut.
5)Tipe laissez faire
Membiarkan bawahan berbuat semaunya sendiri semua pekerjaan dan tanggung jawab dilakukan oleh bawahan. Pemimpin hanya sebagai simbol yang tidak memiliki keterampilan. Jabatan pemimpin diperoleh denganjalan yang tidak benar. Pemimpin ini tidak berwibawa, tidak mampu menawasi karyawan tidak mampu megkoordinasi suasana kerja tidak kooperatif.
6)Tipe populalistis
Tipe ini mampu menjadi pemimpin rakyat. Dia berpegang pada nilai-nilai masyarakat tradisional.
7)Tipe administratif
Yaitu pemimpin yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Dengan kepemimpinan ini diharapkan muncul perkembangan teknis, manajemen modern dan perkemangan sosial.
8)Tipe demokratis
Berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan kepada pengikutnya. Tipe ini menekankan pada rasa tanggung jawab dan kerjasama yang baik antar karyawan. Kekuatan organisasi tipe demokrasi terletak pada partisipasi aktif dari setiap karyawan.


KESIMPULAN

Dari uraian data diatas dapat kami simpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Untuk menjadi seorang pemimpin kita harus mempunyai visi untuk mewujudkan sebuah misi dalam kehidupan pribadi atau organisasi, dan mampu mengkomunikasikannya dengan orang lain sehingga terjadi hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi diantara keduanya. Dari hubungan tersebut diharapkan terbentuk suatu strategi untuk mewujudkan cita-cita bersama atau tujuan organisasi. Walaupun pada dasarnya setiap manusia yang tercipnya di dunia ini adalah “pemimpin”, tetapi dalam suatu organisasi hanya ada satu orang yang diakui sebagia seorang pemimpin yaitu mereka yang mempunyai kemampuan mengkomunikasikan pola-pola kepemimpinan yang dimiliki dan mampu bertangungjawab atas kepemimpinannya kepada yang dipimpim maupun kepada Tuhan YME.


DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ari Ginanjar.( 2003 ). ESQ POWER Sebuah Inner Journey Melalui Al-ihsan. Arga. Jakarta.
Alma, Buchari.( 2000 ). KEWIRAUSAHAAN. Alfabeta. Bandung.
Dikutip dari : http.//vibizconsulting.com

kumpulan makalah

MULTI LEVEL MARKETING


A. PENDAHULUAN
Multi Level Marketing yang lebih dikenal MLM di Indonesia mempunyai cacatan prestasi tersendiri.pada tahun 2009 ini perusahaan yang mengadopsi sistem MLM mengalami peningkatan jumlah. Ini terbukti dari data APLI (Asosiasi Penjualan Langsing Indonesia) selaku badan pelindung bagi perusahaan yang pemasarannya berkonsep MLM mencantumkan ada penambahan jumlah anggota yang tergabung di APLI sebanyak lebih dari 70 anggota.
Pandangan masyarakat tentang Multi Level Marketing atau MLM sangat beragam. Sebagian besar masyarakat memandang MLM adalah cara yang tidak etis untuk dijadikan sebagai jalan menuju kesejahteraan. Karena kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia tentang MLM yang benar ditambah lagi banyak masyarakat yang tertipu dengan sistem yang berkedok MLM.
Walaupun MLM di Indonesia banyak mengalami tantangan. Tetapi tidak menjadikan perusahaan MLM di Indonesia menurun, malah sebaliknya perusahaan MLM di Indonesia semakin berkembang dan setiap tahunnya mencetak orang-orang ultrakaya baru ini terbukti di majalah Warta Bisnis tahun 2008 yang mensejajarkan penghasilan para networker dengan para ultrakaya di Indonesia.

B. LANDASAN TEORI
Multi Level Marketing termasuk merupakan pemasaran berjenjang dan saling terkait dengan adanya bonus yang berbeda pada setiap tingkatan. Adapaun pengertian direct selling adalah sebagai berikut :
1. Definisi Direct selling
Adalah kelompok individu atau perusahaan yang mengarahkan aliran produk dari produsen ke konsumen.( ( Titik N & Mahmud, Pemasaran Kontemporer, 2005)
Merupakan komunikasi langsung dengan konsumen perorangan yang menjadi sasaran, untuk memperoleh tanggapan segera. ( Kotler & Amstrong, prinsip-prinsip dasar pemasaran,1998)
2. Manfaat Direct Selling
-dapat membangun hubungan yang berkelanjutan dengan setiap pelanggan
-direct selling juga dapat diatur waktunya untuk dapat meraih prospek secara waktu yang tepat.
3. Pertumbuhan Direct Selling

C. STUDI KASUS
1. MLM Dan Kontroversinya
Pemasaran berjenjang (bahasa Inggris: multi level marketing) adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi.
Promotor (upline) biasanya adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline) adalah anggota baru yang mendaftar atau direkrut oleh promotor. Akan tetapi, pada beberapa sistem tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah-ubah sesuai dengan syarat pembayaran atau pembelian tertentu.
Komisi yang diberikan dalam pemasaran berjenjang dihitung berdasarkan banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan pembelian barang. Promotor akan mendapatkan bagian komisi tertentu sebagai bentuk balas jasa atas perekrutan bawahan.

2. Kontroversi
Seringkali ditemukan kerancuan istilah antara pemasaran berjenjang dengan permainan uang (money game). Pemasaran berjenjang pada hakikatnya adalah sebuah sistem distribusi barang. Banyaknya bonus didapat dari omzet penjualan yang didistribusikan melalui jaringannya. Sebaliknya, pada permainan uang bonus didapat dari perekrutan, bukan omzet penjualan. Kesulitan membedakan pemasaran berjenjang dengan permainan uang terjadi karena bonus yang diterima berupa gabungan dengan komposisi tertentu antara bonus perekrutan dan komisi omzet penjualan.
Sistem permainan uang cenderung menggunakan skema piramida (atau skema Ponzi) dan orang yang terakhir bergabung akan kesulitan mengembangkan bisnisnya. Dalam pemasaran berjenjang, walaupun dimungkinkan telah memiliki banyak bawahan, tetapi tanpa omzet tentu saja bonus tidak akan diperoleh.
Informasi tentang jenis pemasaran berjenjang yang benar dapat mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan REPUBLIK INDONESIA No. 13/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung dengan memuat larangan tegas yang tercantum pada bab VII.
Masalah di dalam pemasaran berjenjang sering terjadi bila sistem komisi menjurus pada permainan uang. Biaya keanggotaan bawahan secara virtual telah dibagikan menjadi komisi promotor sementara harga barang menjadi terlalu mahal untuk menutupi pembayaran komisi kepada promotor. Dalam jangka panjang, hal ini membuat komisi menjadi tidak seimbang, di mana komisi telah melebihi harga barang dikurangi harga produksi.
Hal ini tentu akan membuat membuat konsumen di tingkat tertinggi mendapatkan harga termurah atau bahkan mendapatkan keuntungan bila mengetahui cara mengolah jaringannya, sedangkan konsumen yang baru bergabung mendapatkan kerugian secara tidak langsung karena mendapatkan harga termahal tanpa mendapatkan komisi atau komisi yang didapatkan tidak sesuai dengan usaha yang telah dilakukan sehingga akhirnya anggota baru tersebut terangsang untuk mencari konsumen baru agar mendapat komisi yang bisa menutupi kerugian virtual yang ditanggungnya.
Pelanggaran bisa pula terjadi bila perusahaan penyedia sistem pemasaran berjenjang menjanjikan sesuatu berlebih yang tidak mungkin bisa dicapai konsumen. Misalnya, jika konsumen bisa mendapatkan 10 jenjang jaringan yang setiap jenjangnya harus berisi 10 anggota, maka ia akan mendapatkan bonus Rp 10 Miliar. Sepintas hal ini terlihat menggiurkan dan mudah, tetapi jika konsumen menggunakan akal sehatnya, ia sebenarnya harus merekrut 1010 bawahan atau sepuluh pangkat sepuluh, yaitu sejumlah 100 juta anggota baru (hampir separuh penduduk Indonesia).
3. Pelaku MLM ( Networker)
Kebetulan penulis merupakan networker pada perusahaan Tiens Internasional adalah perusahaan network yang berasal dari Cina dengan produk utamanya adalah food suplemen. Hampir 2 tahun penulis bergabung pada bisnis jaringan, banyak pengalaman baru yang penulis peroleh diantaranya :
1. Pengembangan Diri
2. Mengasah jiwa entrepreneurship
3. Bertanggung jawab pada usahanya sendiri. Karena pada hakekatnya tidak ada bos dalam bisnis jaringan.
4. Melatih untuk berpikir positif dalam menghadapi pada setiap keadaan
Suka duka penulis dalam mengembangkan bisnisnya banyak penulis rasakan seperti penolakan dan penghinaan. Akan tetapi semua itu adalah proses yang harus penulis jalani dan resiko yang harus dibayar. Karena semua kesuksesan tidak akan tercapai tanpa adanya kerja keras.

D. KESIMPULAN
Dari wacana diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1. konsep MLM belum banyak dimengerti oleh masyarakat sehingga akhirnya terjadi kesalah pahaman dan memukul sama rata pada semua jenis MLM.
2. pelaku-pelaku bisnis jaringan banyak menemukan hal-hal baru yang kebanyakan diluar teori.
3. Fokus, kerja keras, system adalah modal awal bagi para pemula pelaku bisnis jaringan untuk berhasi.

Kamis, 14 Januari 2010

Perilaku Konsumen

PERILAKU KONSUMEN

1.Tiga faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen :

a.Konsumen Individu
Pilihan merek dipengaruhi oleh ; (1). Kebutuhan konsumen, (2). Persepsi atas karakteristik merek, dan (3). Sikap kearah pilihan. Sebagai tambahan, pilihan merek dipengaruhi oleh demografi konsumen, gaya hidup, dan karakteristik personalia.

b.Pengaruh Lingkungan
Lingkungan pembelian konsumen ditunjukkan oleh (1). Budaya (Norma kemasyarakatan, pengaruh kedaerahan atau kesukuan), (2). Kelas sosial (keluasan grup sosial ekonomi atas harta milik konsumen), (3). Grup tata muka (teman, anggota keluarga, dan grup referensi) dan (4). Faktor menentukan yang situasional ( situasi dimana produk dibeli seperti keluarga yang menggunakan mobil dan kalangan usaha).

c.Marketing strategy
Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah (1). Barang, (2). Harga, (3). Periklanan dan (4). Distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran.

2.PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Tipologi pengambilan keputusan konsumen :
1.Keluasan pengambilan keputusan ( the extent of decision making)
Menggambarkan proses yang berkesinambungan dari pengambilan keputusan menuju kebiasan. Keputusan dibuat berdasrkan proses kognitip dari penyelidikan informasi dan evaluasi pilihan merek. Disisi lain, sangat sedikit atau tidak ada keputusan yang mungkin terjadi bila konsumen dipuaskan dengan merek khusus dan pembelian secara menetap.

Dimensi atau proses yang tidak terputus dari keterlibatan kepentingan pembelian yang tinggi ke yang rendah.
Keterlibatan kepentingan pembelian yang tinggi adalah penting bagi konsumen. Pembelian berhubungan secara erat dengan kepentingan dan image konsumen itu sendiri. Beberapa resiko yang dihadapi konsumen adalah resiko keuangan , sosial, psikologi. Dalam beberapa kasus, untuk mempertimbangkan pilihan produk secara hati-hati diperlukan waktu dan energi khusus dari konsumen.

Keterlibatan kepentingan pembelian yang rendah dimana tidak begitu penting bagi konsumen, resiko finansial, sosial, dan psikologi tidak begitu besar. Dalam hal ini mungkin tidak bernilai waktu bagi konsumen, usaha untuk pencarian informasi tentang merek dan untuk mempertimbangkan pilihan yang luas. Dengan demikian, keterlibatan kepentingan pembelian yang rendah umumnya memerlukan proses keputusan yang terbatas “ a limited process of decision making”.
Pengambilan keputusan vs kebiasaan dan keterlibatan kepentingan yang rendah vs keterlibatan kepentingan yang tinggi menghasilkan empat tipe proses pembelian konsumen.

Model perilaku konsumen :


3.HASIL PENELUSURAN
Berdasarkan hasil penulusuran dari kedua tempat yakni Ambarukmo Plaza ( mall ) dan toko elektronik dijalan Malioboro ( bukan mall ), terlihat berbagai macam perbedaan karakteristik konsumen. Jika mengacu pada segmentasi psikografis yang dibuat oleh Nielsen Indonesia ( 2005 ), kami berusaha mengkonfirmasikan dikedua obyek penelitian, dan hasilnya adalah rata-rata pengunjung mall mewakili psikografis Soldier of fortune, fashiaon forward dan constant hedonis.
Fashion forward dan constant hedonist yang termasuk dalam kelompok modern shopper lebih banyak dibandingkan tradisional shopper yang dibedakan menjadi Soldier of fortune dan kelompok Conservative solitude yang tidak ditemukan dalam salah satu kepribadian konsumen. Conservative solitude adalah mereka yang memiliki pemikiran konservatif , tidak biasa dengan teknologi, cenderung pasif, serta tidak terlalu memikirkan penampilan. Hal ini menjelaskan mengapa mereka tidak terlalu menyukai mall.
Trend terakhir dalam mempelajari perilaku konsumen diarahkan pada neuromarketing yang memusatkan studi pada psikologi otak yang diarahkan oleh pesan-pesan marketing, advertising, dan berbagai pilihan brand. Menurut neuromarketing, shopper tidak jatuh cinta pada toko Cuma karena menyukai barang yang dijual ditoko tersebut, melainkan juga karena toko menyentuh mereeka secara personal dan emosional. Shopping, bagi para shopper tidak hanya melibatkan aktivitas berburu dan mengumpulkan barang belanjaan, lebih dari itu shopping menyangkut aspek keterlibatan, ketertarikan, dan dinamika pengalaman retail itu sendiri.
Oleh sebab itu, marketer, brand developer, dan terutama retailer, kini memasuki suatu tahapan baru dalam mempelajari perilaku belanja yang menitikberatkan pada experience of shopping. Dengan demikian tingkat keberhasilan mereka bargantung pada kemempuan mereka mendorong terjadinya pengalaman retail yang luar biasa menyenangkan bagi para shopper, mendorong untuk menyentuh bahkan menggunakan produk yang ditawarkan.
Dalam proses mempengaruhi konsumen sangat terlihat jelas kita temui di super / hiper market yaitu mulai dengan memberikan potongan harga, cas back terhadap pembelian barang tertentu hingga penjaminan tambahan garansi yaitu selama dua tahun jikas terjadi kerusakan akan diganti dengan barang yang baru dan juga free jasa pengiriman.
Yang menjadi menarik jika konsumen masih mau dan rela mengunjung toko elektronik bukan mall meskipun nilai tambah yang diberikan tidak sebanding dengan yang ada di mall. Ternya disinilah tempat berkumpulnya orang atau kelompok yang tidak menyukai belanja di mall dengan berbagai alasan diantaranya yaitu mereka dapat memperoleh barang dengan merk dan kualitas yang sama dengan harga yang lebih murah.

4.Kesimpulan
Dari hasil penelusuran tersebut dapat disimpulkan barhwa terdapat perbedaan yang signifikan pada karakteristik konsumen yang mengunjungi mall dan bukan mall. Para konsumen di mall mempunyai kecenderungan tidak terlalu sensitif dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan di toko bukan mall. Konsumen di mall beranggapan bahwa nilai tambah yang diberikan cukup rasional dengan berbagai kemudahan dan pelayanan yang diberikan di mall.
Adapun proses pembelian kurang lebih sama yakni melalui proses pembelian yang rumit mengingat produk yang dibeli adalah produk yang terbilang mahal dan tidak sering dibeli serta beresiko sehingga membutuhkan keterlibatan yangcukup dalam dari konsumen untuk menyaring produk yang sesuai bagi dirinya. Jadi bagi pemasar bahwa kedua saluran pemasaran tersebut manjadi sama pentingnya mengingat karakteristik pembelinya juga berbeda meskipun proses pembeliannya hampir sama.