Sabtu, 18 Desember 2010

CIRI MARKETING ASIA

Merek-merek Jepang, Korea dan China di tahun 2010 akan semakin merajalela. Ini disebabkan gaya marketing mereka yang ternyata lebih diterima di pasar Asia maupun Indonesia dibandingkan gaya barat. Inilah beberapa ciri yang mempengaruhi gaya marketing mereka.
Adaptif
Gaya marketer Asia Timur cenderung lebih adaptif. Mereka mau menyesuaikan teknologi produk mereka untuk mengikuti selera lokal. Ini dulu berbeda dengan gaya marketer barat yang lebih mempertahankan produk mereka sesuai originalitasnya. Mobil-mobil buatan AS dipertahankan lebih besar dan bertenaga besar, sementara mobil Jepang, Korea dan China lebih kompak, mengikuti figur orang-orang Asia yang lebih kecil. Itulah sebabnya mereka dianggap sebagai jagonya pasar lokal.
Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah gaya orang Asia termasuk Indonesia. Itulah sebabnya, gaya marketing Jepang, Korea dan China yang fleksibel lebih diterima dibandingkan barat. Orang barat cenderung mengacu pada kontrak, sedangkan bagi orang Asia, kontrak hanyalah ikatan formal. Apapun yang keluar dari kontrak asalkan masing-masing pihak bisa saling mengerti, maka hal ini tidak masalah. Hal ini mengimbas pada sifat yang tidak fokus, mereka bisa berganti-ganti produk secara fleksibel. Demikian pula dalam hal pelayanan, mereka lebih mau mengerti jika konsumen berubah pikiran atau melanggar kesepakatan dalam service agreement.
Imitator dan Inovator
Jepang, Korea dan China mengambil pola yang mirip. Mereka sebenarnya bukan sekadar imitator tetapi imitator yang inovatif. Mereka meniru apa yang dilakukan oleh negara barat namun dengan cepat melakukan inovasi. Ini yang disebut sebagai proses churning, yakni melakukan proses imitasi dan inovasi dengan cepat. Bagi konsumen hal ini membuat produk-produk baru cepat dinikmati oleh konsumen karena banyak perusahaan menciptakan produk yang sama.
Senang mengobservasi
Sedari dulu para founder merek-merek Jepang, Korea dan China adalah tipe observer yang baik. Semangat “datang dan lihat sendiri” adalah ciri observer yang melihat dari dekat apa yang terjadi di market. Kegiatan ini mengasah intuisi mereka secara terus-menerus, sehingga banyak yang mengatakan bahwa mereka lebih memakai intuisi dibandingkan marketing research. Padahal observasi sebenarnya bagian dari kegiatan marketing research yang mereka lakukan.
Everybody is marketer
Fungsi marketing biasanya dipegang oleh departemen marketing, namun pada perusahaan Jepang, Korea dan China setiap orang di perusahaan menjadi marketer. Fenomena “ everybody is marketer” sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh perusahaan Jepang sejak dulu. Riwayat perusahaan yang tumbuh dari bisnis keluarga membuat setiap anggota keluarga menjadi marketer. Itulah sebabnya gaya seperti ini kemudian tetap bertahan pada saat perusahaan ini menjadi besar.
Fokus pada memasarkan produk
Budaya timur yang lebih kolektif dibandingkan budaya barat yang individual membuat pemasalan produk yang lebih cepat. Jika ada produk baru, maka semua orang harus memiliki produk baru tersebut. Tidak mengherankan produk-produk baru selalu cepat dimiliki di pasar Asia, berbeda dengan gaya barat yang selalu menciptakan produk yang eksklusif.
Rasa empati yang kuat
Service quality adalah konsep dari barat, namun sebenarnya akar budaya yang menciptakan pelayanan adalah milik Asia. Sikap menghormati orang lain, menghargai senioritas, atau sikap malu membentuk sikap mau melayani dari orang Asia. Khususnya rasa empati, karena dibandingkan orang barat yang tertutup soal keluarga, orang Asia lebih mau terbuka.
Produk yang high technology namun low price
Gaya marketing barat menonjolkan hubungan terbalik antara kualitas produk dengan harga. Jika Anda ingin harga murah, jangan berharap produknya berkualitas. Ini berbeda dengan merek-merek dari Jepang dan Korea. Mereka selalu berpikir untuk menghasilkan produk dengan kualitas tinggi namun harga yang murah. Hal yang sama sebenarnya mulai dilakukan oleh China, walaupun mereka masih dalam proses mengadaptasi teknologi.

Tidak ada komentar: